Hari itu aku dijengkelkan dengan hal yang sebenarnya tak harus menjadibeban untukku, di mana seharusnya aku melepaskan otot dan otakku karena dua hari lagi aku akan menghadapi ujian. Hari itu tepatnya Hari Jumat usai mengikutikegiatan doa bersama di sekolahku, aku pergi berziarah ka salah satu makam bersamateman-teman satu sekolah. Sekembalinya kami dari makam, aku tidak pernahmenduga sebelumnya kalau hari itu akan menjadi hari yang paling sial untukku.
Tidak jauh setelah aku dan Ari meninggalkan makam hendak menyalakan rokok kami di kejutkan dengan kejadian yang sebenarnya itu bukan urusan kami. Saat itu kami melihat kalau salah satu dari teman kami sedang diganggu oleh seorang lelaki. Pada awalnya kami tidak mau ikut campur dan tidak menghiraukan kejadian tersebut, akan tetapi selang beberapa saat, perlakuan lelaki tadi sudah melampaui batas. Kata-kata kasar dan beberapa tamparan dari lelaki itu yang membuat aku dan Ari tidak bisa berdiam diri. Bergegas kami turun dari sepeda motor dan berniat melerai pertengkaran diantara mereka. Lelaki itu nampat tidak asing di mataku, setelah terjadi perdebatan yang cukup panjang ahirnya aku ingat siapa lelaki itu, ternyata lelaki yang sejak membututi Luluk dari belakang adalah Jefri, kekasih Luluk sendiri.
Jefri adalah siswa dari salah satu sekolah favorit yang ada di kotaku dan juga anak dari seorang pengusaha meubel yang sukses. Jefri berbuat demikian denga alasan cemburu, namun cemburu yang bagaimana aku dan Ari tidak begitu mengerti. Betapa malunya kami hari itu karena selang beberapa menit kami sudah dikeremuni warga sekitar. Beberapa warga sempat melerai Ari dan Jefri yang hampir berkelahi, sikap Jefri yang begitu sombong membuat Ari sedikit geram dan hamper memukul Jefri. Ari hampir terpancing emosinya karena saat ditanya warga apa yang sebenarnya terjadi, Jefri malah berbicara yang bukan-bukan dan berusaha memojokkan aku dan Ari. Tetapi salah satu warga ada yang membela kami, orang itu mengatakan kalau Jefri memang sengaja mengganggu perjalanan Luluk. Setelah warga berhasil melerai pertengkaran itu ahirnya kami pun melanjutkan perjalanan. Luluk yang sejak tadi masih merasa ketakutan, ahirnya denga sedikit rasa terpaksa kami memutuskan untuk bertukar pasangan. Ari berboncengan dengan Luluk dan aku berboncengan Pertiwi, teman seperjalanan Luluk. Memang dasar sial, usai kejadian itu masih saja ada masalah. Belum penuh setengah perjalanan kami, aku dikejutkan dengan dua lelaki yang secara sengaja atau tidak terus menempel di depanku dan aku sempat menabrak bagian belakang sepeda motornya, beruntung saat itu aku mengendarai motorku dalam keadaan pelan. Kemudia kami berempatpun kembali melanjutkan perjalanan. Dalam keadaan sedikit tegang, belum jauh dari kejadian aku menabrak sepeda tadi, Jefri kembali menghadang aku dan Pertiwi. Dalam benakku ketika itu hanyalah jika seandainya Jefri berbuat nekat, maka kepalan tanganku ini yang akan berbicara. Kekhawatiranku mereda karena saat Jefri hanya berniat mengembalikan Handphone milik Luluk yang sebelumnya dibanting oleh Luluk. Karena kami berdua sudah jauh dari Ari dan Luluk, ahirnya kami berdua memutuskan untuk mengambil jalur dalam, mengantisipasi kalau-kalau Jefri menghadang kami di depan jalan sana .
Sesampainya kami di perempatan sebelum rumah Luluk, kami kembali bertukar pasangan dan mempersilahkan Luluk dan Pertiwi untuk segera kembali ke rumah. Saat itu aku dan Ari masih merasa jengkel dengan kejadian hari itu, kemudian kami berdua memutuskan untuk mampir ke kedai malam samping gapura sekolah sambil menikmati hangatnya jus jeruk. Setelah kami mengingat kejadian tersebut, Ari mengatakan kalau lelaki yang tadi aku tabrak sepeda motornya itu adalah rekayasa Jefri. Mereka sengaja menghambat perjalanan kami agar Jefri punya waktu untuk berbincang dengan Luluk dan dengan kejadian tersebut Jefri berharap agar kecelakaan tersebut memang mutlak kesalahanku, padahal saat kejadian itu aku dan Pertiwi sempat mengucapkan maaf berkali-kali. Belum reda kemarahanku, aku dan Ari terus saja mengingat-ingat kejadian sore tadi sambil mencelotehkan kata yang penuh amarah.
“ Bukan salahku kalau nanti sampai ada yang babak belur.”
Setelah ujian ahir sekolah usai, tiba-tiba ada kabar kalau Jefri mengundang Ari untuk datang ke rumahnya. Sebelum Ari menemui Jefri, terlebih dulu Ari menemuiku di sekolah. Karena aku yang sampai saat itu masih merasa dipecundangi oleh Jefri, aku membisikkan sesuatu kepada Ari.
“ Satu dariku”
Kemudian Ari meninggalkanku dan pergi menemui Jefri. Saat Ari kembali, ia mengatakan kalau Jefri adalah lelaki yang patut untuk di kasihani. Jefri mengatakan kalau ia dan Luluk sudah lama berpacaran dan semua keinginan kekasihnya itu telah ia penuhi sampai Jefri merencanakan untuk bertunangan dengan Luluk usai mereka lulus nanti. Tapi Sikap Luluk yang masih kekanak-kanakan dan kebiasaan Luluk yang senang menduakan kekasihnya itu membuat Jefri berbuat nekat. Dihari itu juga Jefri mengucapkan maaf yang kepada Ari dan aku. Setelah mendengar cerita Ari, rasa benciku kepada Jefri semakin berkurang dan usai kejadian itu aku dan Ari tidak pernah lagi bertemu dengan Jefri. THE END…